Next
Previous

Tuesday, December 03, 2013

0

Enormousight : melihat sesuatu secara lebih luas dan lebih menyeluruh

Posted in



Judul               : Enormousight
Halaman          : 80 halaman
Cover              : Soft cover
ISBN               : 978-979-99267-1-5
Tahun terbit     : 2010
Penerbit           : Galeri foto jurnalistik antara
 
Banyak sekali realita yang ada dalam kehidupan luput dari pengamatan dan perhatian kita. Hiruk pikuk kehidupan seolah menenggelamkan kebenaran yang tersimpan di balik setiap kisah maupun peristiwa. Justru seringkali melalui pemandangan sehari-hari yang biasa saja membuat kita tidak sensitive padahal dari kisah-kisah dan pemandangan yang biasa tersebut tersimpan cerita-cerita menarik dan dapat menjadi sebuah pelajaran berharga yang tidak mungkin didapat dari bangku sekolahan. Melalui workshop galeri foto jurnalistik antara angkatan XV inilah para fotografer terpilih yang terdiri dari 28 fotografer mencoba menampilkan sisi lain dari realita kehidupan yang seringkali terlupakan dan dianggap biasa saja melalui foto yang lebih menekankan pada Human Interest.
Buku dengan judul enormousight ini merupaka sebuah buku yang bertujuan untuk memberikan pengertian dan pandangan yang lebih luas serta lebih menyeluruh mengenai sebuah peristiwa seperti arti dari kata enormousight (yang merupakan gabungan dari kata enormous dan sight) sendiri yakni melihat sesuatu secara lebih luas dan lebih menyeluruh. Dalam pengambilan foto oleh para fotografernya pun dilakukan dengan tidak mudah karena setiap proses pengerjaannya memaksa para fotografer untuk pergi jauh demi mendapatkan cerita dan gambar yang menarik.

Monday, December 02, 2013

0

POTRET 92 PULAU TERLUAR INDONESIA

Posted in

Judul               : Anak-anak kita di Beranda Terdepan Nusantara
Halaman          : 102 halaman
Cover              : Soft cover
ISBN               : 978-979-19733-3-5
Tahun terbit     : 2011
Penerbit           : Galeri foto jurnalistik antara

Indonesia memiliki anugerah yang luar biasa  dalam hal keadaan alammya. Indonesia memiliki 17.504 pulau, dengan laut seluas 5,8 juta kilometer persegi yang mengelilinginya. Namun sayang, dari belasan ribu pulau tersebut, masih banyak pulau-pulau yang belum dikenal oleh masyarakat Indonesia, bahkan terkesan terasing, terutama pulau-pulau yang terletak paling luar dari wilayah Indonesia. Atas dasar itulah para fotografer bekerjasama dengan wanadri & rumah nusantara, berusaha mengenalkan pulau-pulau tersebut, khususnya 92 pulau terluar Indonesia kepada masyarakat Indonesia, dalam bentuk visual seni fotografi. Untuk memvisualisasikannya para fotografer harus melakukan ekspedisi yang sangat sulit, karena medan yang ditempuh sangat terjal, seperti harus mendaki gunung, memanjat tebing, dll. Ekspedisi ini dibagi dalam 3 kelompok, barat, tengah dan timur. Selama melakukan ekspedisi para fotografer membawa patung-patung kecil bung karno & bung hatta, yang akan mereka pasang pada koordinat titik ukur batas terluar & direkam jejak mulai dari pengangkutan sampai pemsangan, dan rekam jejak tersebut akan dipublikasikan sebagai “monumen 92 pulau nusantara”

Friday, September 27, 2013

0

Dokumentasi Sipa 2013

Posted in


Delegasi dari jepang menampilkan pertunjukannya pada hari kedua SIPA Sabtu (20/09/013) di Benteng Vasternberg. (Arkhan Faturahman)
Spirit Of the Dancer. (Arkhan Faturahman)
Genap satu minggu yang lalu Kota Solo baru saja menggelar pertunjukan seni bertaraf Internasional. Pertunjukan seni itu adalah Solo International Performing Art (SIPA) 2013 yang di gelar di Benteng Vasternberg pada tanggal 20/09/2013 – 22/09/2013. SIPA 2013 mengusung tema “The Legend, History of world Culture". Berangkat dari tema tersebut terpilihlah Ratu Sima sebagai ikon SIPA 2013. Ratu Sima dalam metologi Jawa dikenal sebagai tokoh dari dunia seni yang memiliki aura pemimpin yang berjiwa ksatria serta penuh kasih sayang layaknya seorang ibu. Finalis Putri Indonesia 2012, Rachel Georghea Sentani akhirnya ditunjuk untuk memerankan ikon Sipa 2013 tersebut.
Untuk mensukseskan acara tersebut beberapa komunitas foto di Solo ditunjuk untuk membantu mendokumentasikan keseluruhan acara SIPA 2013. Salah satunya adalah Fisip Fotografi Club (FFC). Menanggapi hal tersebut, FFC mengirimkan 8 delegasi sebagai panitia dokumentasi kegiatan tersebut yaitu Arkhan Faturahman, Rian Risanda, Gharmadyuti Sindhu D, Marakhilda Naumora H.S, R. Dityo Ramadhani, Ody Batatya F, Basuki Wahyu, dan Joko Andreanto. Alhamdulillah, selama 3 hari 3 malam proses pendokumentasian acara berjalan lancar. Mulai dari Gladi Bersih, Backstage, foto stand/bazar, foto di venue, dll dapat terdokumentasi dengan baik.

Wednesday, August 10, 2011

5

Mini Workshop FFC 2011

Posted in
            Perkembangan teknologi digital selama dua dekade belakangan ini turut membawa serta revolusi dalam dunia fotografi. Saat ini hampir setiap orang memiliki akses ke kamera, sesederhana apapun bentuknya, sehingga fotografi bukan menjadi ajang elit para fotografer. Untuk itu diperlukan suatu nilai tambah bagi pegiat fotografi agar tetap menjadi yang terdepan dalam bidang ini.
Berawal dari pemikiran tersebut, salah satu anggota Fisip Fotografi Club yang juga fotografer National Geographic Traveler Indonesia yaitu Hafidz Novalsyah menelurkan suatu ide tentang Workshop Visual Storytelling lewat media foto. Hafidz lantas mengajak Arum Tresnaningtyas, anggota FFC bekas fotografer Harian Kompas yang sekarang menekuni jalur freelance, serta Andika Betha anggota FFC yang merupakan fotografer Kantor Berita Antara untuk mewujudkan gagasannya itu.
Workshop diawali dengan seleksi terhadap ranggota FFC, dikhususkan dari 3 angkatan termuda melalui submisi portfolio, dimana terpilih 11 orang peserta. Kemudian selama  6 hari dari tanggal 20 sampai 25 Juni 2011, 3 (tiga) sampai 4 (empat) peserta dibimbing oleh satu mentor yang ada. Produk yang dihasilkan dikemas dalam satu bentuk slideshow multimedia, yang ditampilkan dalam satu acara presentasi di Kedai Kopi Nusantara Solo pada 26 Juni 2011. (Dian Dwi Saputra – Ketua FFC). 

Dan inilah hasilnya, selamat menikmati.


Mini Workshop FFC 2011 – Tutor: Andika Betha Adhikrisna

    


   Mini Workshop FFC 2011 - Tutor: Hafidz Novalsyah

Wednesday, July 13, 2011

0

Merekam dengan Pinhole Kamera

Posted in

Rosita Nur Anggraini - My Converse

Pinhole camera adalah kamera yang digunakan manusia sebelum ditemukan kamera berlensa. Seiring perkembangan jaman, pinhole camera mengalami kemajuan yang sesuai dengan kebutuhannya.

Di Indonesia, keberadaan pinhole camera kurang begitu didengar atau hanya dipelajari sebagai bentuk kamera pertama kali. Kenyaaan tersebut membuktikan bahwa ilmu pengetahuan dan tehnologi yang semakin berkembang. Sehingga pinhole camera kurang dikenal bahkan kurang diminati.
Seorang fotografer profesional dari Jakarta, Ray Bachtiar Drajat mempopulerkan pinhole camera melalui bukunya yang berjudul Memotret dengan nama Kamera Lubang Jarum ke berbagai daerah di Indonesia seperti Jakarta, Yogyakarta, Malang, Bali, Semarang, Surabaya, dll. dengan menyelenggarakan workshop-workshop. Buku tersebut bisa dikatakan buku fotografi kuno yang terbit di era digital.
Fisip Fotografi Club (FFC) UNS yang menyelenggarakan workshop dan pameran foto Kamera Lubang Jarum (KLJ) harus diberikan apresiasi yang tinggi. Ketajaman foto-foto KLJ yang dipamerkan memang tidak bisa dibandingkan dengan kamera berlensa tetapi gambar yang diperoleh sangat indah dan artistik bahkan banyak gambar fish eye sesuai rekomendasi buku KLJ. Yang luar biasa adalah keberanian untuk membidik manusia dan hunting ke luar atau yang jauh dari kamar gelap di patung Slamet Riyadi Gladag Solo .
Semoga fotografi pinhole camera atau KLJ dapat lebih dikenal di era digital ini dan dapat dikembangkan lebih luas.
(Teks: Muhammad Aslam - Komunitas KLJ Indonesia)
NB: Semua foto di-digitalisasi dengan teknik scan


Sunday, July 10, 2011

0

Mengapa Masih (menggunakan film) Hitam Putih? by: FFC

Posted in

M Haris Adhi Shadow
Di masa ketika olah digital menjadi jalan hidup, dan fotografi sudah tereduksi maknanya menjadi sekedar “grafi” (menggambar) tanpa “foto” (cahaya) saja, kok (masih pake film) hitam putih?
Ketika warna sudah menjadi elemen tak terpisahkan dari komposisi, ketika birunya langit sudah menjadi sangat mengikat foto-foto lansekap kita, kok (masih pake film) hitam putih?
Dari sejumlah referensi beragam jawaban, opini dan pendapat didapat. Sebagian di antaranya adalah:
1. More vintage more prestigious. Istilah fotografi dirumuskan oleh Sir John Herschel pertamakali di era hitam putih, sehingga sebagian orang menyebutnya vintage. Sebagian lain menyebutnya klasik, dan ada juga yang menyebutnya outdated. Sementara bagi sebagian orang, kuno itu aib, bagi kalangan tertentu kuno itu bergengsi. More vintage more prestigious.


2. Dramatization is black and white way. Fotografi hitam putih itu memiliki efek tersendiri. Ketidakhadiran warna menegaskan garis dan tekstur. Komposisi lebih jelas mempertegas pesan.
3. Fotografi hitam putih menunjukkan hasil cetakan yang lebih sophisticated. Gradasi dari zona hitam pekat ke putih terang berlangsung dalam proses yang kaya tone terutama untuk fibre-based paper.

Sunday, April 10, 2011

4

THE THREE STAGES: Tiga Tahap Penciptaan Fotografi /// by: Andika Betha Adhikrisna

Posted in , , ,


"Taking photographs is a way of shouting, or freeing oneself, not of proving or asserting one's own originality. It is a way of life.

(Memotret adalah cara berteriak, atau membebaskan diri seseorang, bukan sarana pembuktian atau menegaskan orisinalitas seseorang. Ini adalah tentang jalan hidup.” - Henri Cartier Bresson

Kelompok karawitan dari ISI Solo unjuk kebolehan dalam Parade Kebyar Gong Se-Jawa di Institut Seni Indonesia, Solo, Jateng, Sabtu (10/1) malam. Acara tersebut mempertontonkan Gong Kebyar sebagai salah satu jenis seni karawitan Bali yang dimainkan secara atraktif oleh kelompok karawitan dari Jakarta, Jogja, dan Solo.FOTO ANTARA/Andika Betha

Bingung, seringkali kata ini yang terucap ketika seorang pemula pergi berburu foto. Pengetahuan dasar sudah ada, kamera sudah punya, namun tak satu pun foto yang dihasilkan. Mengapa? Salahnya di mana? Mengapa proses menciptakan foto begitu sulit, terkadang bahkan bagi seorang professional sekalipun?

Sekitar akhir Maret 2011 saya berbincang hingga pagi dengan seorang kawan di wedangan kawasan belakang kampus UNS. Kawan saya ini, Jauhari , juga seperti saya adalah pegiat fotografi. Yang membedakan hanyalah soal genre yang ditekuninya. Dia lebih ke seni dan komersial, sedangkan saya di jurnalistik.

Namun dari dua aliran yang bertolak belakang secara ideologis tersebut timbul sebuah dialog yang menarik tentang proses kreatif seorang fotografer. Dialog bermula dari teori dekonstruksi-nya Derrida, eksistensialisme-nya Heidegger hingga Kidungan Paminggir-nya ArswendoAtmowiloto. Tak jarang obrolan sedikit membelok ke intelejensia pada sebatang rokok hingga falsafah ketuhanan sebuah keris bagi orang Jawa. Yah, namanya juga obrolan ala wedangan, melantur kemana-mana. :)