Sunday, April 10, 2011

4

THE THREE STAGES: Tiga Tahap Penciptaan Fotografi /// by: Andika Betha Adhikrisna

Posted in , , ,


"Taking photographs is a way of shouting, or freeing oneself, not of proving or asserting one's own originality. It is a way of life.

(Memotret adalah cara berteriak, atau membebaskan diri seseorang, bukan sarana pembuktian atau menegaskan orisinalitas seseorang. Ini adalah tentang jalan hidup.” - Henri Cartier Bresson

Kelompok karawitan dari ISI Solo unjuk kebolehan dalam Parade Kebyar Gong Se-Jawa di Institut Seni Indonesia, Solo, Jateng, Sabtu (10/1) malam. Acara tersebut mempertontonkan Gong Kebyar sebagai salah satu jenis seni karawitan Bali yang dimainkan secara atraktif oleh kelompok karawitan dari Jakarta, Jogja, dan Solo.FOTO ANTARA/Andika Betha

Bingung, seringkali kata ini yang terucap ketika seorang pemula pergi berburu foto. Pengetahuan dasar sudah ada, kamera sudah punya, namun tak satu pun foto yang dihasilkan. Mengapa? Salahnya di mana? Mengapa proses menciptakan foto begitu sulit, terkadang bahkan bagi seorang professional sekalipun?

Sekitar akhir Maret 2011 saya berbincang hingga pagi dengan seorang kawan di wedangan kawasan belakang kampus UNS. Kawan saya ini, Jauhari , juga seperti saya adalah pegiat fotografi. Yang membedakan hanyalah soal genre yang ditekuninya. Dia lebih ke seni dan komersial, sedangkan saya di jurnalistik.

Namun dari dua aliran yang bertolak belakang secara ideologis tersebut timbul sebuah dialog yang menarik tentang proses kreatif seorang fotografer. Dialog bermula dari teori dekonstruksi-nya Derrida, eksistensialisme-nya Heidegger hingga Kidungan Paminggir-nya ArswendoAtmowiloto. Tak jarang obrolan sedikit membelok ke intelejensia pada sebatang rokok hingga falsafah ketuhanan sebuah keris bagi orang Jawa. Yah, namanya juga obrolan ala wedangan, melantur kemana-mana. :)


Warga dan pedagang sapi beraktivitas di Pasar Sapi Singkil, Boyolali, Jateng, Rabu (10/11). Harga sapi asal lereng Merapi yang dijual di pasar ini mengalami penurunan antara 1-1,5 juta rupiah dikarenakan kualitas ternak menurun akibat pakan tercemar abu vulkanik dan sapi stres dalam situasi darurat bencana Merapi. FOTO ANTARA/Andika Betha/ss/ama/10

Dunia Dalam Kotak

Dari sekitar 5-6 gelas es teh bagi kami berdua, dan sebungkus rokok bagi saya, timbul sebuah kesepakatan tentang konsepsi penciptaan, bagi seni pada umumnya dan fotografi sebagai bagian dariseni. Kami bicara soal dunia dalam kotak.

"Bahwa sesungguhnya proses kreativitas seni itu pada prinsipnya dimulai dari keterpenjaraan manusia pada sebuah kotak yang dibungkus oleh kotak-kotak lebih besar terus hingga batas kemanusiaan seseorang. Di luar itu adalah ranah penciptaan yang menjadi domain Pencipta paling pencipta."

Dekonstruksi oleh Derrida mencoba memurnikan penanda pada posisi yang paling murni tanpa rujukan-rujukan apapun. Untuk dapat memahami kotak yang mengungkungnya seseorang harus membongkar semua pengetahuan dan mitos yang dimiliki sebelumnya tentang konsep sebuah ruangan dalam kotak. Dengan demikian, ia dapat mengetahui secara utuh tentang ruang dalam kotak yang ditempati.

Kemudian melalui eksistensialisme Heidegger seseorang berusaha untuk menjadi "ada", dan mengaplikasikannya ke dalam ruang dalam kotak. Dengan demikian ia akan mampu menghitung berapa upaya yang harus dilakukan untuk mencapai batas dari kotak (baca: batas kemanusiannya)

Lalu, bagaimana manusia menembus batas kotak yang mengungkungnya? Well, entah bagaimana, itu disinggung ketika dialog kami menyerempet ke ranah sastra. Arswendo Atmowiloto dalam novelnya Senopati Pamungkas entah sengaja atau tidak mengemukakan konsep penembus-batas kemanusiaan. Dalam karya itu dikemukakan tentang Kidungan Para Raja, di mana keberadaan raja adalah ranah eksklusif dari wahyu kedaton. Konsep ini lalu didobrak oleh munculnya Kidungan Paminggir, di mana manusia bisa menjadi siapa saja, termasuk raja sekalipun. Bahwa kemanusiaan itu akan berujung pada mahamanusia, konsep humanity without boundaries.

Dengan menjadi mahamanusia, seseorang akan menembus batas kotak yang mengungkungnya, keluar dari ruangan menuju ranah penciptaan. Namun, mahamanusia tetaplah bukan Maha Pencipta, sehingga begitu seseorang keluar dari kotak, ia akan segera menemukan berada dalam kotak yang lebih besar. Dan siklus pun akan terulang terus-menerus hingga mencapai perbatasan dengan ranah Maha Pencipta.

Tiga Tahap Penciptaan

TERJUN HARI TERAKHIR. Seorang penerjun menjelang mendarat di Lanud Adi Soemarmo, Boyolali, Jateng pada hari terakhir "13th Asiania Parachuting Championship & Indonesia International Open", Minggu (10/7). Tim China dan Kazakhstan berbagi tempat perolehan medali emas terbanyak dengan masing-masing 3 emas. FOTO ANTARA/Andika Betha

Menjelang dinihari, akhirnya forum wedangan itu membawa kami kembali menjejak bumi setelah berkelana dalam awan-awan pemikiran yang begitu absurd. Coba bayangkan, di mulai dengan Derrida, diakhiri dengan Arswendo. Absurd bukan?



Satu pertanyaan tercetus, bagaimana mengaplikasikannya dalam proses penciptaan fotografi. Well, kira-kira jawabannya seperti ini.

Pertama, seorang fotografer memulai proses kreatifnya dengan membongkar semua mitos yang dimiliki tentang obyek yang akan difoto. Dengan demikian ia akan mendapatkan pengetahuan menyeluruh tentang obyek melalui pengamatan tanpa prasangka. Intinya adalah, kosongkan diri dan selami obyek secara menyeluruh terlebih dahulu.

Kedua, ia menempatkan keberadaan dirinya sebagai fotografer, sosok yang akan mengabadikan obyek. Dengan pengetahuan yang didapat dari tahap pertama, fotografer akan mampu memutuskan dengan sudut dan teknik apa obyek itu akan difoto.

Ketiga, fotografer berusaha menembus semua batasan-batasan yang ada untuk mencapai kreativitas setinggi mungkin. Ia akan mencoba semua sudut dan teknik yang mungkin dan tidak mungkin. Maka si fotografer akan semakin besar kemungkinannya untuk mendapat foto yang fresh dan benar-benar inovatif.

Masih bingung? Baiklah, saya akan coba membuat step by step-nya.

  1. Lakukan riset dan pelajari obyek. Jangan datang memotret dengan prasangka tanpa riset, karena anda akan melewatkan banyak potensi sudut dan teknik bagus

  2. Tentukan teknik dan sudutnya.

  3. Cobalah semua kemungkinan. Dobrak semua dogma dan pakem.

Dari uraian yang njelimet tadi semoga rekan-rekan dapat memahami dan mengaplikasikannya. Selamat Mencoba! :D

BOYOLALI,9/11- TIDAK MENGUNGSI. Anak-anak terlihat di kawasan berbahaya Jrakah, Selo, Boyolali, Jateng, Selasa (9/11). Ratusan warga di Kecamatan Selo dalam radius 3-7 kilometer dari puncak Merapi menolak mengungsi meski abu vulkanik sangat berbahaya bagi kesehatan terutama anak-anak. FOTO ANTARA/Andika Betha

SOLO, 17/2 - KIRAB PINDAH KERATON. Ribuan masyarakat Solo menyaksikan Kirab Boyong Kedhaton 2010 di sepanjang Jalan Slamet Riyadi, Solo, Jateng, Rabu (17/2). Kirab tersebut memperingati 265 tahun pindahnya Keraton Mataram Islam dari Kartasura ke Solo, yang dianggap sebagai hari lahirnya Kota Solo. FOTO ANTARA/Andika Betha



)* anggota FFC-UNS, yang senang mengembara dalam alam-alam khayal imajiner. Untuk portofolio bisa dilihat di www.antarafoto.com dan andikabetha.com

4 comments:

About said...

Tulisan yang sangat membuka mata (batin).

andikabetha said...

hehehe.. maaf kalo rada bundet, itu ditulis pada saat saya sedang dalam suasana gundah gulana, jadi agak-agak ruwet dikit... :D

hehehehe

HeruLS said...

Ngahiha, jalan panjang menuju tutorial.
Dari darat, mendaki ke atas, tapi kemudian kembali turun ke bumi.
Berguna, untuk setidak selalu memotret dengan kesadaran penuh tentang kondisi luar dan dalam, dari subjek foto.

quenonssangat berbakat !!!