Tuesday, February 22, 2011

5

Upacara Adat Wahyu Kliyu // Photo Story by Andika Betha Adhikrisna

Wahyu Kliyu! Wahyu Kliyu!”teriak serombongan warga laki-laki sembari melemparkan satu persatu potongan apem ke tengah arena ritual.

Malam itu suasana dusun Dusun Kendal, Jatipuro, Karanganyar, Jawa Tengah ramai oleh hiruk pikuk di rumah seorang tokoh masyarakat setempat.

Pada hari biasa, dusun itu hanyalah bagian dari sebuah wilayah sepi di kaki selatan Gunung Lawu. Letaknya yang jauh dan akses jalan yang rusak serta minim penerangan membuat orang luar enggan berkunjung ke sana.

Namun suasana berbeda akan terasa pada malam ke 15 bulan Sura, penanggalan Jawa. Tiap tahunnya, warga Dusun Kendal melaksanakan Upacara Adat “Wahyu Kliyu”. Keramaian terjadi sejak siang hari dan mencapai puncaknya pada sekitar tengah malam, saat ritual melempar apem berlangsung.

Ada legenda lokal yang meyakini tradisi ini merupakan solusi atas musim paceklik dan bencana yang melanda dusun Kendal ratusan tahun lalu. Pernah suatu ketika warga desa lalai untuk melaksanakan upacara ini, dan paceklik pun terjadi.

Istilah “Wahyu Kliyu” sendiri juga diyakini berasal dari ucapan dzikir “Yaa Hayyu Ya Qayyuum” yang artinya permohonan keselamatan kepada Tuhan. Dan kemudian tradisi ini diturunkan dari generasi ke generasi berikutnya di mana tidak ada yang berani melanggarnya.

Jaman sudah berganti, kebudayaan juga telah berkembang. Namun hanya hingga saat ini kearifan lokal ini masih dipercaya mampu menjawab tantangan kehidupan alam tandus di Jatipuro. Dan yang pasti masyarakat tetap setia dengan apa yang menjadi peninggalan nenek moyang mereka.

(Foto dan Teks: Andika Betha Adhikrisna/11)








5 comments:

aree said...

dari story ini mengapa identik dengan apem ya mas? apa sekedar jajanan khas disana? simbolisasi apem disini sebenarnya mengandung arti apa? karena berhubungan dengan history mengenai musim paceklik yang terjadi di Kendal beberapa tahun lalu... mungkin saya belum tahu tentang tradisi ini, sehingga saya ingin sekali menanyakan hubungan apem dan pertanian dari history sesuai teks mas andika yang saya baca... semoga berkenan...

kalo ngobrolin soal apem, memang banyak daerah yang pake apem. apem sewu solo, apem keong mas boyolali, yaa qowiyyu klaten, lempar apem cegah banjir banyuwangi, bahkan tradisi walima di gorontalo juga pakai apem. aku rasa apem ni makanan tradisional yang murah juga utk diproduksi massal, makanan rakyat juga jadi "fit" bgt utk menyemarakkan acara rakyat...

andikabetha said...

khusus untuk acara ini, dikarenakan tidak ada literatur tertulis, maka sejarah yang ada beragam dan cenderung dalam tataran legenda. 4 orang tokoh masyarakat yang saya wawancarai menyebutkan 4 versi "konon kabarnya" .

namun intinya mereka menyatakan sudah tidak ambil pusing tentang sejarahnya. masyarakat setempat hanya terus mengadakan ritual ini karena takut melanggar tradisi, dan menganggap wahyu kliyu sebagai solusi efektif atas persoalan kehidupan yang dihadapi.

soal apem, saya pernah memikirkan itu. banyak sekali ritual di lembah lawu-merapi yang menggunakan apem. bila dirunut, semua cerita sepertinya bersumber pada masa mataram islam. well, saya sudah merencanakan long time project untuk itu. hanya belum sempat.

fouri said...

pernah denger dari sejumlah tokoh jawa, memang penggunaan apem dalam sejarah tradisi islam jawa masuk di jaman mataram islam, dan mulai di dengungkan oleh para walisongo. sebenernya penamaan kue apem berawal dari bahasa arab "afwan" yang berarti maaf. nah dari situ nilai yang cobna disebarkan adalah tradisi saling memaafkan. sebagai contoh di kawasan wilayah mataram sampai sekarang ada tradisi apeman yang berkaitan dalam bulan ramadhan yang berarti saling memafkan sebelum memasuki bulan suci. semoga menambah referensi meski saya peroleh tanpa disertai naskah literatur yang bisa dipertanggungjawabkan... hanya konon katanya.. hehehe..

Sophi said...

betul kata Fouri, (eh masih di Kemkominfo ya?). aku juga ingat kata bapakku yg dulu guru ngaji, apem itu perlambang kata afwan, jaman walisongo, untuk dapat memahamkan satu ajaran perlu perlambang khususnya orang-orang jawa. api Cuma sekarang yang memprihatinkan, kenapa satu ritual sekedar dilihat sebagai budaya, tapi hakikat sejatinya tidak dipahami, jadinya meriah di seremoni tapi kering makna.